He
who does not travel will not know the value of men-Moorish proverb
Hari terakhir di Chef, sedari pagi saya
sudah melipir kesana kemari. Sebenernya saya masih merasa betah
di sini. Tapi rencana tetap harus berjalan, esok hari, saya sudah
harus berada di Marrakesh. Saya masih punya waktu sepagian ini
hingga jam 10 untuk menyesatkan diri kembali di antara labirin kota
tua chefchaouen yang berundak-undak. Semakin menerabas ke dalam
jantungnya, bauran gradasi berbagai kelir biru mengingatkan saya pada
lukisan “Blue nude” Georgia O' Keeffe. Tak ada tercium bau
lembap, meski dibeberapa area sinar matahari tak sampai.
Saya melewati warung sederhana yang
menjual serupa kue-kue lokal. Sang pemilik warung sekaligus chef nampak sibuk mengolah kuenya in situ. Tapi sayang, beliau tidak mau saya foto. Yah sudahlah, cukup kue-kuenya saja yang saya abadikan dalam foto dan ingatan. Saya mencoba mencicipnya, tapi bah! Gigi
sensitif saya dibuat ngilu akibat rasa manis dari gula.
Beranjak dari sana, saya terus
berjalan tak tentu arah. Kadang berhenti sejenak saat sampai di
perempatan atau pertigaan; berpikir. Belok kanan? Kiri? ke atas? ke
bawah? Menyenangkan! Tak ada konsekuensi, tak ada benar-salah.
Setelah 2 jam lebih berjalan, saya sampai kembali di Medina. Dari
kejauhan terdengar hiruk pikuk dan suara semacam raungan? Dan
rebana!Hoh, mereka sedang menari. Tentu saja saya mendekat.
Keriuhan yang mengundang massa untuk mendekat, musiknya sangat hipnotik, setidaknya buat saya |
Dan sayapun sempat mengabadikannya dalam bentuk video. Silahkan ditonton aja yah disini;
0 comments:
Post a Comment