Wednesday, September 5, 2007

Mencentang Malaysia?

Intro
Maraknya berita soal kasus pemukulan wasit karate di Malaysia kayanya menambah daftar panjang rentetan perseteruan diantara kedua negara tetangga ini yah?Masih hangat diingatan bagaimana bangsa kita dibuat geram dengan direnggutnyanya Sipadan dan Ligitan dari dekapan bunda pertiwi, belum lagi kasus Ambalat dan Tarakan yang tak pelak membuat gigi kita gemerutuk menahan kesal. Jauh di lubuk hati, sebenernya hal ini bikin saya ngerasa sedih sekaligus miris juga siy, harusnya sebagai sodara serumpun, kasih sayanglah yang banyak dipupuki, bukannya dendam yang terus diasapi hingga makin membara dan ujungnya, apinya malah makin berkobar dan menyala-nyala! Mendengar (kembali-soalnja saja beloem ada di moeka doenya ini ketika perichal terseboet terdjadi) pekik “GANJANG MALAYSIA” digaoengkan ke angkasa seperti pada djaman boeng Karno doeloe bikin boeloe koedoek dan boeloe idoeng saja ini merinding-ding-ding! Apa iya harus moncong meriam yang jadi medium andalan?Aduh jangan sampe deh, disaat genting kaya gini, di mana kekuatan G8 yang makin menggila dengan terus-menerus menggerus regional asia tenggara dan berimbas pada pudar dan lunturnya identitas ketimuran kita, kita malah pada sibuk berjibaku soal nyawa, soal tanah, soal air, soal pasir, soal daging, soal kayu. Idealnyakan kita malah saling meminjamkan bahu dan tangan untuk saling menopang badan supaya asia tenggara yang makin kehilangan kilaunya bisa kembali terang di peta dunia. Tapi, yah ternyata realitanya nggak seidaman angan-angan itu. Asa yang terlalu melangit.

Tapi gak semua..
Rentetan kisah-kisah sakit hati warga rayuan pulau kelapa ini akibat perlakuan semena2 oknums (baca: jadi jamak ya) individu warga bolehland (Malaysia sering disebut juga bolehland-tempat dimana korupsi boleh, kkn boleh, ngobyek boleh, apa2 boleh, lho kok...saya ko jadi sedikit de ja vu ya?apa kita ga terlalu asing juga dengan perkara seperti ini?) makin hari makin banyak. Rasanya darah berasa mendidih dikepala, saking emosinya.Tp eitz, tunggu dulu, mungkin beberapa orang akan merenggutkan dahi, Kenapa juga saya bilang OKNUMS INDIVIDU?Yah, saya cuma pengen kita bisa memandang permasalahan ini dengan lebih arif dan bijaksana aja. Jangan sampe kita terjebak sama pikiran sempit kita sendiri dengan MENYAMARATAKAN semua, klo orang Malaysia itu SEMUANYA BRENGSEG DAN BIADAB misalnya. Ehm,. Tarik napas dulu deh sebentar dan renungkan. Apa iya memang begitu adanya?Saya menulis ini tanpa tendensi apapun lho, beneran. Cuma pengen melihat semua ini dengan proporsional aja ko, dan semoga bisa jadi renungan juga buat semua. Ga da sedikit pun maksud buat membela atau membenarkan tindak laku keji yang dilakukan oknum2 tersebut. TIDAK SAMA SEKALI. Saya juga akan ada di barisan orang yang paling depan dan berteriak lantang kalo merasa ada sesuatu yang saya pikir sangat bertentangan dengan nurani saya. Yah, mungkin kedengarannya gombal dan mendayu-dayu yah, tak apa. Buat yang kenal sama saya siy, mereka tahu ko kalo saya bicara soal kebenaran, hehe... (kebeneran disini adalah kebenaran versi saya yang termasuk tipe cewek galak dan bisa langsung balas bentak klo digertak sama oknum2 tak bertanggung jawab-okay, begitulah..i think i shoud stop here ndak penting juga dibahas)

Yeah, anyway.. Berkaca pada pengalaman salah satu wisatawan Indonesia yg kebetulan juga mempunyai pengalaman buruk diperlakukan dengan semena-mena sama aparat keamanan Malaysia bikin saya ngenes juga. Soalnya baru beberapa bulan kemaren, tepatnya akhir Juli lalu, saya sempat berkunjung ke Malaysia selama 3 hari. Tapi Alhamdullilah siy saya baiks aja kok. Apalagi, saya perempuan yang melakukan perjalanan seorang diri, sempat didera rasa khawatir ada kejadian buruk menimpa saya. Hm, saya pernah tersesat dan berusaha minta bantuan orangs lokal, mereka bener-bener berusaha membantu saya kok, justru saya malah ngrasa lebih sereman klo tersesat di Jakarta Bo, di blok M aja jam 9 mlm, wah udah parno duluan liat orang (baca: pap-si-papap-preman-reman:) menggerombol kaya buah dukuh. Dan dalam catatan memori saya siy, mereka lumayan ramah-ramah ko, layaknya orang kita aja. Suatu waktu saya pake taxi, kata supir taxinya, sekarang ini pemerintah Malaysia bener-bener memberlakukan peraturan ketat tentang cara menghadapi wisatawan. Klo misal sampe ada pengaduan dari wisatawan karena dikenakan tarif sewenang-wenang, lisenced mereka bisa dicabut, but, but! Selaen itu supir bus Rapid KL yang saya naekin, Damrinya lah klo disini, pas di terminal, dia sampe nganterin saya, mastiin klo saya naek trayek yang benar. Oh iya, karena saya melakukan travel on budget, jadi saya pun ga sempet nyobain tidur di hotel berbintang banyag. Ngga cukup ringgitnya, huahaha.. (Cuma saya doang yah yang ketawa?) Cukup tidur disebuah youth hostel yang dimiliki oleh seorang warga Melayu asli. Dan tebak, dia juga sangat baik terlepas peran dia sebagai seorang pengusaha di bidang jasa alias Hospitality. Yah saya juga ga sembaranganlah untuk sekedar mencap seseorang itu baik ato jahat, misalnya. Itu lebih karena saya pribadi adalah tipe orang yang seneng ngobrol, dan biasanya dalam sekali ngobrol saja, saya dapat memutuskan untuk bisa suka atau tidak terhadap seseorang, yah katakanlah saya cenderung memiliki semacam intuisi yang kuat. Cuma itu aja siy modal saya. Selama masa perjalanan saya disanapun, saya juga lumayan intens bergaul sama penduduk lokalnya sekedar cari perbandingan aja sama pandangan hidup yang kita anut disini. Ga terlalu jauh beda juga ah. Lumayan banyak persamaan yang kita miliki ko. Makanya hal tersebutlah yang bikin miris. Banyak sekali bukti kuat yang mengaitkan bahwa kita ini saudara, dari bahasa;jelas, dari segi budaya;erat. Kalo pun memang dirasa adanya suatu kebutuhan untuk pengukuhan eksistensi, mbok ya bersaingnya pun dengan sehatlah, fair play gitu lho. Bisa ga ya kira2?PR bersama nih kayanya. PR yang teramat besar.

Buat para backpacker/traveller/flashpacker/turis
Oh, ya, mungkin satu hal yang sangat penting untuk diingat buat temans- yang ada rencana melancong ke luar, biarpun cuma di Malaysia atopun Singapura, atopun Brunei atopun negara2 kawasan South-east Asia yang emang ga butuhin visa, tapi ya tetep aja jangan pernah sekalipun bepergian tanpa tanda pengenal yang sah, dalam hal ini Paspor tentu saja. Lha wong, di kota kita aja jalan ngga bawa KTP, bisa digelandang ke pos terdekat juga bukan? bahkan bila tetap tidak bisa membuktikan keabsahannya sebagai warga “halal” suatu kota dan dianggap sebagai warga “haram”, bisa-bisa dikembalikan ke kota asal. (hm, deket waktu mudik gini, jangan merasa teride-i untuk pulang kampung gratisan yeh?hehe..) Nah ini apalagi di negeri orang. Tak ada paspor, dikira pendatang gelaplah pastinya. Logika sederhananya yah seperti itu aja siy. Sori niy, bukannya sok tau, dan sok ngasih tau. Ini siy sekedar share aja ya jeng, mas, uda, uni, Aa, teteh dan semuanyanyah... Saya juga cuman orang awam ko nyangkut urusan beginian mah.

Dan perihal OKNUMSyang kurang ajar itu, rrrgh,,,rasanya emang bikin gemes banget ya. Beneran pengen nampol bgt ga siy?Hosh..hosh...hosh.. (hidung berasap) Tapi sekali lagi, mohon jangan pukul rata. Soalnya kalo untuk urusan oknum-oknuman, yaeelah negara kita ini gudangnya juga bukan? Bukan maksud saya juga untuk mengumbar borok sendiri, tapi yah ini biar kita juga bisa berkaca dahulu sebelum nunjuk kiri-kanan pake jari tangan. Saya punya beberapa teman pelancong yang kebetulan berambut jagung dan bermata mejikuhibiu, yang mengeluhkan sikap oknum2 aparat kita yang suka seenaknya dan terkesan2 cari kesalahan biar bisa dapet obyekkan juga hanya karena mereka turis. Apalagi mereka yang emang dateng dengan visa on arrival, yang bener2 ga punya pilihan lagi, daripada harus cabut lagi keluar, dah jauh2 datang kesini, wah banyak tuh yang dipersulit dan dikadalin. Seriously. Ketika saya nyampe balik bandara Soekarno-Hatta, saya juga sempet liat para “Pahlawan Devisa” yang baru nyampe juga langsung disantroni segerombolan “ngengat-ngengat” berseragam coklat muda, entah deh mereka diapain. Miris liatnya. Mereka kerja banting tulang di negeri orang, sampe mempertaruhkan nyawa, eh, nyampe “rumah” pun masih ada “SODARA DEKAT”yang tega morotin mereka juga. Nah, sama ajakan ternyata? Kenyataan bahwa aparat yang kita punya pun sama-sama punya segelintir oknum yang sama BRENSEG dan BEJADNYAH!yang ngebedain Cuma kadar dan caranya, mungkin. Dan bukan berarti hal ini jadi permisif. Karena orang laen maling lantas kita ngerampok!Ngga, perbuatan atau aksi apapun yang merendahkan martabat, meneror, jelas bukan perbuatan baik. Itu yang patut dicamkan. Tapi jika lantas kita ingin menumpahruahkan susu sebelanga karena nila setitik juga, rasanya kurang etis pula.

Moral of the story
Semoga kita bukan bangsa dengan tabiat yang seperti itu, cuman menyenangi rusuhnya saja, demonya saja, menghujatnya saja, nulis spanduk dengan cat merahnya saja, membakar benderanya saja. Semoga kita bukan termasuk golongan itu, jadi pribadi-pribadi robotik yang bisa disetir melalui sebuah pengendali jarak jauh sehingga mudah bereaksi anarkis tanpa melalui proses berpikir terang dan jernih dalam menyikapi suatu problema. Dan yah, klo ngomongin soal TKI, hm...suka jadi serba salah ya, disatu sisi mereka merantau karena di sini pun nggak ada lahan kerja yang bisa garap, belum lagi mereka emang terbuai dengan dolar, ringgit dan dinar yang bisa mereka hasilkan dengan harapan pas pulang anak bisa sekolah tinggi, bikin rumah dan beli sawah di kampung. Tapi disisi lain, image yang telah mereka ukir di benak orang-orang di negara tetangga kita yang kebanjiran TKI asal endonesa itu berupa sebuah mindset klo negara kita itu negara pembantu. GLEK.Hiyyyaaah. That’s such irritable facts! Ya, makanya banyak banget warga kita yang suka dijadiin sasaran pelecehan, baik secara psikis dan fisik, bahkan mereka ga liat2 dulu sapa yang dilecehkannya. DARN! Mudah-mudahan hal ini bisa kita ambil hikmahnya dan sekaligus jadi ajang intropeksi diri juga. Bekali diri kita dengan ilmu, karena dengan ilmu kita jadi tahu, dari tahu kita jadi bisa, dan dari bisa kita jadi mampu, mampu berbuat lebih untuk diri kita dan orang-orang yang kita sayangi. Mudah-mudahan siy bikin kita mampu untuk membuka lahan pekerjaan buat kita sendiri ya, idealnya, hhe..(Aminin dong ah:)buat tetangga kita, buat semuanya biar ngga selamanya jadi buruh yang terseret-seret dead-line (nah, lho ko jadi curhat ya?LOL)

Tapi yah kembali ke perkara masalah gontok-gontokan kita dengan tetangga disemenajung malaka tersebut, itu semua berpulang pada niat masing-masih individu. Jika berkeras untuk marah, boleh; kesal, silahkan selama masih proporsional dan ngga gelap mata. Soalnya kalo gelap mata, berjalanpun bisa terperosok lubang. Itu bahaya bukan? Semoga kita jadi bangsa yang dewasa dan berjiwa besar. Tabik.